Advertisement

Perkenalkan, Tim Rugbi dari Pelosok Gunungkidul yang Hebat di Level Nasional

Jalu Rahman Dewantara
Rabu, 15 Agustus 2018 - 12:25 WIB
Budi Cahyana
Perkenalkan, Tim Rugbi dari Pelosok Gunungkidul yang Hebat di Level Nasional Tim rugbi SDN Glompong, Desa Jelok, Kecamatan Nglipar, Gunungkidul. - Harian Jogja/Jalu Rahman Dewantara

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—SDN Glompong di Desa Jelok, Kecamatan Nglipar, Gunungkidul, berada di pelosok dan tak terlalu diminati. Jumlah murid tiap tahun selalu sedikit. Namun, sekolah ini punya cara unjuk gigi, yakni tampil hebat di olahraga yang kurang dikenal khalayak luas: rugbi. Berikut laporan wartawan Harianjogja.com Jalu Rahman Dewantara.

Hari membanggakan itu tiba pada 19 Agustus 2017. Tim putri sekolah terpencil ini menjadi runner up Touch Rugby Antar SD Se-DIY yang diselenggarakan di Lapangan Pancasila. Sementara tim putra meraih peringkat ketiga.

Advertisement

“Itu pertama kalinya kami mengikuti turnamen rugbi, syukurlah bisa langsung menyabet prestasi,” kata Mujianta, Kepala SDN Glompong, Jumat (10/8).

Keberhasilan itu hanya permulaan. Sembilan bulan berselang pada 12 Mei 2018 di Gedung Olahraga Klebengan, Sleman, tim putri SD ini menjadi juara, sedangkan tim putra mempertahankan peringkat ketiga dalam turnamen serupa. Bocah-bocah rugbi SDN Glompong tak berhenti dan malah naik level, dari kelas provinsi ke nasional, dengan menyabet juara di tiga kategori Kejurnas Junior Rugby 7s di Lapangan Pancasila UGM pada 28 Juli 2018.

Tiga raihan itu meliputi runner up kelompok umur 14 putri, peringkat ketiga kelompok umur 12 campuran, dan runner up kelompok umur 10 campuran.

Prestasi ini tidak datang secara instan. Ada proses panjang yang menguras peluh serta pikiran. Yang paling merepotkan adalah mengenalkan olahraga yang populer hanya di negara-negara persemakmuran Inggris seperti Australia, Selandia Baru, dan Afrika Selatan ini menjadi kegemaran anak-anak desa.

Ahmad Nurhuda, guru yang sekarang menjadi pelatih tim rugbi SD N Glompong punya peran besar.

“Saya ikut worksop pengenalan rugbi oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Gunungkidul pada 2017. Ada banyak sekolah dasar di Gunungkidul, tapi yang benar-benar serius menggeluti hingga sampai juara seperti sekarang hanya kami,” kata Nurhuda.

Mengenalkan olahraga ini kepada anak didiknya, menurut dia, gampang-gampang susah. Minimnya informasi menjadi masalah. Anak-anak di sekolah tersebut hanya mengenal olahraga yang banyak dimainkan awam, seperti sepak bola, voli, basket.

Ketika ditanya perihal rugbi, murid-murid SDN Glompong hanya bengong, diam, dan akhirnya berlalu.

Nurhuda kemudian mempertontonkan video cuplikan olahraga rugbi. Setelah itu, dia mempraktikkan materi yang didapat dari lokakarya, yakni mengajarkan teknik dasar rugbi mulai dari menangkap, berlari, dan mencetak skor. Latihan itu terus diulang selama beberapa bulan hingga anak-anak mulai terbiasa.

Kemudian, masalah lain datang. Pengetahuan mengenai aturan permainan ini belum benar-benar dipahami, bahkan oleh Nurhuda sekali pun. Saat pertama ikut turnamen di Lapangan Pancasila, pemain rugbi SDN Glompong bahkan baru paham separuh aturan.

“Sisanya kami belajar dengan memperhatikan imbauan wasit. Kami juga baru tahu saat itu kalau mengoper bola tidak boleh ke depan, tapi ke belakang,” ucap dia sembari terkekeh.

Minim Fasilitas

SDN Glompong menjadi satu dari sekian banyak sekolah di pelosok Gunungkidul yang kekurangan murid. Jalan menuju sekolah yang berdiri sejak 1994 ini sebagian belum diaspal dan masih berupa batu serta tanah.

Jarak sekolah ini dari Wonosari sekitar 16 kilometer atau kurang lebih 30 menit perjalanan menggunakan kendaraan bermotor. Jumlah siswa setiap kelas di SD tersebut rata-rata 10 anak. Secara keseluruhan, SDN Glompong cuma memiliki 61 siswa dari enam kelas.

Jumlah guru di sekolah tersebut juga terbatas, hanya delapan orang: dua guru agama, Kristen dan Islam, satu kepala sekolah, satu guru olahraga, empat guru kelas.

“Kami masih kekurangan dua guru kelas sehingga kepala sekolah kudu turun mengajar,” kata Mujianta.

Fasilitas sekolah juga minim. Saat latihan untuk menghadapi turnamen rugbi pertama kali pada 2017 silam, Nurhuda beserta anak didiknya hanya mengandalkan halaman sekolah. Luasnya tak seberapa dan jauh dari standar lapangan rugbi yang panjangnya 100 meter dengan lebar gawang 22 meter.

“Sebenarnya bisa juga latihan di lapangan desa tetapi agak jauh, kira-kira tiga kilometer dari sini,” ucap Nurhuda.

Bola rugbi yang mereka miliki cuma satu, oleh-oleh dari lokakarya yang diikuti Nurhuda di Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Gunungkidul. Pelindung mulut yang wajib dipakai saat bertanding hanya ada tujuh, pas untuk jumlah pemain dalam satu tim rugbi junior.

Jika ada pemain cadangan yang masuk menggantikan pemain utama, mereka akan bertukaran pelindung gigi.

“Kaus tim kami pakai seragam olahraga, tapi kemarin ketika kejurnas harus pakai kaus bernomor punggung, jadinya kami pinjam,” ucap Nurhuda.

Toh, niat SDN Glompong untuk menekuni rugbi jauh lebih gede ketimbang sarana yang pas-pasan. Murid-murid Nurhuda berlatih dua kali selama lima hari untuk menghadapi turnamen, pagi dan sore, dengan durasi dua jam tiap latihan. Biasanya mereka berlatih saat siswa-siswanya memasuki masa libur panjang agar tidak mengganggu kegiatan belajar di kelas sekaligus mengisi waktu prei.

Kadang, pemain-pemain rugbi cilik itu sangat kelelahan, tetapi tak pernah mengeluh ihwal kurangnya fasilitas latihan.

“Mereka happy-happy aja,” kata Nurhuda.

Jalur Prestasi

Muhammad Rafli Saputra, 12, siswa kelas VI yang menjadi generasi pertama tim rugbi SDN Glompong kini punya cakrawala luas saat melihat masa depannya. Dia bercita-cita menjadi pemain rugbi untuk Indonesia, keinginan yang masih jarang dimiliki murid-murid sekolah dasar di Indonesia. “Saya pengin jadi pemain timnas rugbi,” kata dia.

Rugbi adalah olahraga yang masih sangat hijau. Organisasi Rugbi Indonesia baru terdaftar di Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) pada 2013. Empat tahun kemudian pengurusnya dibentuk.

Timnas rugbi Indonesia telah tampil di SEA Games 2017 dan tak mampu meraih hasil bagus. Timnas rugbi dibentuk lagi menjelang Asian Games 2018 yang akan dibuka akhir pekan ini. Tak seperti sepak bola, rugbi belum memiliki kompetisi profesional.

Bagi pemain rugbi SDN Glompong yang tak punya jangkauan menjadi pemain nasional, olahraga ini adalah kebanggaan dan jalan melanjutkan pendidikan.

Nadya Safwa, 11, teman sekelas Rafly mengatakan berprestasi di bidang rugbi sangat penting untuk mendapatkan piagam. Sebab, piagam itulah yang akan memudahkannya masuk ke SMP idamannya.

"Saya pengin masuk SMP di Gedangsari pakai jalur prestasi, kalau tidak ada itu susah, soalnya di sini tidak masuk zonasi SMP di Gedangsari,” kata Nadya.

Mujianta mengungkapkan empat alumni SD tersebut bisa masuk ke sekolah di luar zonasi yang ditentukan dengan menggunakan jalur prestasi. “Rugbi memang kami dukung sebagai pendorong siswa untuk terus berprestasi.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Hasil South Korea U-23 vs Indonesia U-23 Bawa Garuda Muda ke Semifinal, Begini Cara Erick Thohir Memotivasi Pemain di Ruang Ganti

Sepakbola
| Jum'at, 26 April 2024, 10:27 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement