Advertisement

Lomba Lari, Hiburan Menyambut Bandara Baru di Kulonprogo

Beny Prasetya & Nugroho Nurcahyo
Senin, 30 April 2018 - 11:25 WIB
Budi Cahyana
Lomba Lari, Hiburan Menyambut Bandara Baru di Kulonprogo Glagah Tropicolorun 5K - Harian Jogja/Gigih M. Hanafi

Advertisement

Harianjogja.com, KULONPROGO—Lari adalah olahraga simpel yang menjadi induk banyak olahraga besar. Yang dibutuhkan untuk berlari hanya dua kaki yang sehat. Yang harus direlakan adalah lemak dan kalori.

Dewasa ini, lari telah berevolusi menjadi olahraga kompleks, dengan perlengkapan seperti kaus, celana pendek, sepatu, tas, bandana, hingga aksesori lain, yang makin bervariasi.

Advertisement

Tempat lari pun bermacam-macam. Ada lomba lari di Kutub Utara, namanya FWD North Pole Marathon. Peserta memakai jaket, kerpus, hingga sepatu khusus di medan es. Ada juga lomba lari di padang pasir. Di dua medan ini, ketahanan fisik sangat diperlukan.

Di lintasan yang lebih sederhana, juga prestisius, kecepatan sangat penting. Mayoritas penggemar olahraga tahu Usain Bolt, pemegang rekor sprint 100 meter, 200 meter, dan 400 meter. Namanya jadi ikon di dunia atletik. Selebrasinya ketika menang, dengan tangan kiri yang direntangkan ke samping dan tangan kanan ditekuk mengikuti arah tangan kiri, turut memopulerkan apa yang sekarang kita kenal sebagai dabbing.

Olahraga ini tidak hanya tentang pencapaian dan rekor, tetapi juga telah berevolusi menjadi sebuah kegiatan bersenang-senang alias hiburan. Contohnya tropicolorun. Disebut tropicolorun karena peserta berlari sambil berpanas-panasan, disertai mandi pewarna saat finis. Rute yang dilalui disebut tropicolor zone.

Yang terbaru ialah Glagah Tropicolorun 5K 2018 yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata Kulonprogo bersama Angkasa Pura I, Minggu (29/4/2018). Lari sejauh lima kilometer itu berlokasi di Objek Wisata Pantai Glagah Indah, diikuti 1.800 peserta.

Tropicolor zone yang jadi lintasan lomba ini adalah tepi pagar Izin Penetapan Lokasi New Yogyakarta International Airport (NYIA) dan bibir Pantai Glagah, dengan medan 60% jalan keras dan 40% pasir.

Pelari yang ikut perlombaan beragam, dari pegawai negeri sipil, guru, hingga pelajar. Mereka datang dari DIY, Jawa Tengah, Jawa Barat, hingga Bali.

Ketika General Manager Bandara Internasional Adisutjipto PT Angkasa Pura I Agus Pandu Purnama mengibarkan bendera start, ribuan pelari itu seperti semut keluar dari tutup botol. Ada yang langsung berlari kencang, ada yang pelan-pelan, sebelum mereka menemukan ritme yang stabil.

Pelari berbelok setelah melalui Jalan Glagah sepanjang dua kilometer, dilanjutkan dengan trek berpasir di bibir pantai yang kadang disapu air Laut Selatan. Di garis finis, sorak-sorai penonton dan panitia beradu dengan musik elektronik racikan disjoki di panggung utama. Serbuk pewarna ditaburkan di akhir perlombaan, dari merah, kuning, hijau, biru, ungu dan oranye.

Gaet Wisatawan

Ribuan peserta yang telah selesai berlari langsung merangsek di depan panggung utama. Dengan kaus berwarna-warni, mereka berjoget ketika lagu pop milik Me berjudul Inikah Cinta dimainkan disjoki.

“Saya datang karena menyukai olahraga berlari, dimulai sejak kuliah dan saya teruskan setelah lulus kuliah. Dulu awalnya cuma suka larinya, sekarang ikut event-event seperti ini,” kata Anindya Marthasari beberapa menit selepas melewati garis finis.

Bagi dia, berlari di tepi objek wisata pantai sembari melihat kawasan pembangunan bandara baru merupakan sesuatu yang anyar. “Pengalaman pertama di trek seperti ini, jadi ada surprise-nya,” kata Anindya.

Gunarto yang datang dari Sumbersari, Moyudan, Sleman, juga terkesan manakala harus berlari di tepian pantai. Hawa pantai yang cukup panas, Matahari yang terik, membuatnya merasa seperti berlari di padang pasir.

“Sudah kayak pelari pro, lari panas-panas terus dan di trek pasir kayak gurun,” ujar dia.

Meski harus berpeluh, lari membuat Anindya dan Gunarto merasa segar untuk menjalani awal pekan. “Jadi lari memang untuk refreshing, bukan untuk dapat medali atau apa,” kata Gunarto.

Pelari-pelari seperti mereka yang menjadi sasaran acata ini. Kepala Bidang Pemasaran Dinas Pariwisata Kulonprogo Yudono Hindri Atmoko mengatakan Glagah Tropicolorun 5K diadakan agar wisatawan terbiasa tamasya ke Kulonprogo. Terlebih, mulai tahun depan, dengan keberadaan bandara baru, Kulonprogo akan menjadi pintu masuk jutaan orang yang akan ke DIY atau Jawa Tengah.

“Jangan sampai Kulonprogo jadi gerbang saja. Makanya kami terus genjot pariwisata melalui event seperti ini,” ucap Yudono.

Hal itu diamini Juru Bicara Proyek NYIA PT Angkasa Pura I (PT AP I), Kolonel Pnb. Agus Pandu Purnama. Menurut dia, sebaiknya kegiatan positif yang mengundang massa besar seperti lomba lari Glagah Tropicolorun 5K rutin digelar agar publik makin akrab dengan bandara baru.

Menang adalah Bonus

Peraih Best Time Finiser, Rachmad Setya Budi punya cerita lain soal lari. Saat mengikuti Glagah Tropicolorun 2018 kemarin, ia membutuhkan waktu 25 Menit 20 detik untuk menempuh jarak 5 kilometer. Catatan waktunya itu lebih lama dibanding saat ia mengikuti Kejurda Atletik DIY 2018 pada 21 April lalu. Saat itu ia menempuh 5 km dalam 20 menit 31 detik.

“Medannya 60 persen pasir dan 40 persen aspal,” kata anggota Komunitas Playon Alkid itu. Pasirlah yang membuat kecepatan larinya tidak secepat sepekan sebelumnya.

Rachmad yang mendapat hadiah sepatu running Reebok itu menceritakan, tiga tahun lalu, dia sempat memutuskan berhenti dari olahraga atletik dan pindah ke Tarung Derajat.

“Keputusan yang membuat saya babak belur sebenarnya, tapi siapa sangka, malah, Tarung Derajat membuat saya kembali memiliki mental seorang petarung,” kisahnya.

Tapi, karena tuntutan pekerjaan, kuliah, dan kesibukan sana-sini, ia sempat berhenti total berolahraga. Tubuhnya pun melar. Ke samping. Ia mulai sakit-sakitan.

“Itu yang membuat saya sadar. Urip Mung Mampir Ngombe. Di waktu yang masih diparingi kesehatan ini, wajibnya saya bersyukur dengan menjaga tubuh tetap sehat,” tulisnya di akun Instagramnya @rachmadsb.

Ia lalu mulai jogging ringan. “Ringan sekali, sampai-sampai lebih banyak jalannya ketimbang larinya. Sedikit-sedikit mulai mencoba mengikuti event Fun Run 5K,” kata dia.

Lalu ia bertemu berbagai komunitas lari, salah satunya Playon Alkid. Ikut komunitas itu ia merasa minder. Tiap kali lari, pasti kesalip beberapa anggota komunitas yang usianya sudah sepuh.

“Merekalah yang kemudian menyadarkan saya, bahwa usia bukanlah halangan. Meski, di usia yang sudah tidak muda lagi, semangat mereka sungguh luar biasa untuk terus berolahraga di sela-sela kesibukan mereka sebagai seorang bapak,” kata dia.

Dari para orang sepuh yang masih gemar olahraga itulah, ia bisa menemukan bahwa olahraga adalah hal menyenangkan, hiburan pelipur lara akan peliknya kehidupan.

“Senang sekali mendengar cerita mereka setelah berhasil finis. Dan obrolan mereka bukan lagi tentang ambisi juara. Tapi, bagaimana mereka bertahan untuk terus berlari sampai garis finis,” kata dia.

Dari merekalah Rachmad kemudian sadar, yang terpenting dalam berlari finis dan menikmati proses race. “Kalau naik podium itu bonus, istilahnya bayaran setelah berjuang sampai garis finis,” kata dia.

Baginya, serius atau enggak serius mendalami olahraga, yang terpenting adalah berolahraga rutin agar badan tetap sehat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Hasil Dewa United vs Persita: Skor 4-1, Egy Maulana Vikri Sumbang 1 Gol

Sepakbola
| Kamis, 28 Maret 2024, 07:17 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement